Sabtu, 22 Oktober 2016

KATA-KATA TERAKHIR STEVE JOBS SEBELUM MENINGGAL DUNIA



Dalam dunia bisnis, aku adalah simbol dari kesuksesan, seakan-akan harta dan diriku tidak terpisahkan, karena selain kerja, hobiku tak banyak.
Saat ini aku berbaring di rumah sakit, merenungi jalan kehidupanku, kekayaan, nama, dan kedudukan, semuanya itu tidak ada artinya lagi.
Malam yang hening, cahaya dan suara mesin di sekitar ranjangku, bagaikan nafasnya maut kematian yang mendekat pada diriku.
Sekarang aku mengerti, seseorang asal memiliki harta secukupnya untuk digunakan dirinya saja itu sudah cukup. Mengejar kekayaan tanpa batas itu bagaikan monster yang mengerikan.
Tuhan memberi kita organ-organ perasa, agar kita bisa merasakan cinta kasih yang terpendam dalam hati kita yang paling dalam. Tapi bukan kegembiraan yang datang dari kehidupan yang mewah — itu hanya ilusi saja.
Harta kekayaan yang aku peroleh saat aku hidup, tak mungkin bisa aku bawa pergi. Yang aku bisa bawa adalah kasih yang murni yang selama ini terpendam dalam hatiku. Hanya cinta kasih itulah yang bisa memberiku kekuatan dan terang.
Ranjang apa yang termahal di dunia ini? Ranjang orang sakit. Orang lain bisa bukakan mobil untukmu, orang lain bisa kerja untukmu, tapi tidak ada orang bisa menggantikan sakitmu. Barang hilang bisa didapat kembali, tapi nyawa hilang tak bisa kembali lagi. Saat kamu masuk ke ruang operasi, kamu baru sadar bahwa kesehatan itu betapa berharganya.
Kita berjalan di jalan kehidupan ini. Dengan jalannya waktu, suatu saat akan sampai tujuan. Bagaikan panggung pentas pun, tirai panggung akan tertutup, pentas telah berakhir.
Yang patut kita hargai dan sayangi adalah hubungan kasih antar keluarga, cinta akan suami-istri dan juga kasih persahabatan antar-teman.
<3 Steve Jobs


Firman Tuhan mengingatkan kita untuk tidak hanya mementingkan kebutuhan kita, tetapi juga memperhatikan kepentingan orang lain. "dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:4).
Dalam 1 Yohanes 3 dikatakan "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (ay 17).
Mengenai hal ini kita bisa melihat contoh yang baik dari cara hidup jemaat mula-mula. "Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,sambil memuji Allah." (Kisah Para Rasul 2:44-47a). saling memperhatikan, saling membantu, saling mendukung, saling mengingatkan dan saling mendorong, itu adalah salah satu wujud nyata dari sebuah kasih sejati seperti yang diinginkan Tuhan untuk kita miliki.



Kasih yang sejati adalah kasih yang mampu menjangkau musuh sekalipun
Yesus berkata: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Itulah sebuah panggilan yang akan mampu membuat kita menjadi anak-anak Tuhan, seperti yang dikatakan Yesus pada ayat berikutnya. Mudahkah? Tentu saja tidak. Tetapi Yesus sendiri telah menunjukkan besar kasih seperti itu dengan tetap mendoakan dan meminta pengampunan atas orang-orang yang menganiayaNya tanpa rasa perikemanusiaan sedikitpun.
Kasih yang sejati siap berkorban
Yesus menyatakan "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Tidak hanya mengatakan, tetapi Yesus sendiri telah membuktikan secara langsung diriNya sebagai seorang Sahabat sejati yang rela memberikan nyawaNya demi keselamatan umat manusia tanpa terkecuali.
<3 YesusKristus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar