Roma 2:1
“Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama”
...“Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama”
Suatu malam, seorang wanita sedang menunggu di bandara. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di sebuah gerai toko di bandara, lalu menemukan tempat duduk.
Sambil duduk, wanita tersebut memakan kue sambil membaca buku yang baru dibelinya. Dalam keasyikannya, ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua kue yg berada diantara mereka berdua.
Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si “Pencuri Kue” yang pemberani itu menghabiskan persediaannya.
Ia makin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berpikir: (“Kalau aku bukan orang baik, tentu sudah kutonjok dia !”).
Setiap ia mengambil satu kue, si lelaki itu juga mengambil satu. Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan, dan ia segera mengumpulkan barang-barang miliknya dan menuju pintu gerbang.
Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari buku yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas karena kaget. Ternyata disitu ada kantong kuenya. Kok... milikku ada di sini, jadi kue tadi adalah milik siapa. Milik lelaki itu?
Ah, terlambat sudah untuk meminta maaf; ia tersandar dan sedih. Bahwa sesungguhnya akulah yang salah, tak tahu terima kasih dan akulah sesungguhnya sang pencuri kue itu; bukan dia!
Dalam hidup ini, kisah pencuri kue seperti tadi seringkali terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri, dan tak jarang kita berprasangka buruk.
Orang lainlah yang selalu salah, orang lain yang patut disingkirkan, orang lain yang tak tahu diri, orang lain yang berdosa, orang lain yang selalu bikin masalah.
Orang yang sangat keras pada orang lain biasanya memiliki banyak hal yang disembunyikan. Sebagai contoh, atasan yang paling keras menuduh terhadap bawahannya menjadi pencuri, biasanya seorang yang menyembunyikan kesalahan besar dalam bisnis. Pemimpin gereja yang paling menghakimi orang percaya yang terlibat dosa mungkin menyembunyikan dosanya sendiri.
Seseorang yang menyalahkan orang lain tapi sebenarnya lebih salah dari orang itu disebut munafik.Tuhan Yesus berkata, “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Injil Matius 7:5).
Seorang munafik adalah wanita yang berkata, “Jika suami saya lebih bertanggung jawab, pernikahan kita akan meningkat,” dimana dia sendiri tidak memenuhi tanggung jawabnya. Atau seorang pria yang berkata, “Kita bisa lebih bahagia jika istri saya belajar menghargai uang,” disaat dia baru membeli rokok 2 pak, atau satu set peralatan golf.
Seorang munafik adalah seorang yang berkata,”Gereja tidak memikirkan memenangkan jiwa,” dimana dia sendiri tidak membawa orang kepada Kristus. Atau “Gereja itu tidak peduli pada manusia,” dimana dia sendiri hampir tidak mungkin disuruh menolong orang lain.
Di dalam Alkitab banyak sekali ayat yang mengingakatn kita untuk tidak mudah menghakimi orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa menghakimi orang lain adalah dosa di hadapan Tuhan. Melalui renungan ini kita disadarkan agar tidak mudah duduk sebagai hakim terhadap saudara yang lain. Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa "Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinaasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?" (Yakobus 4:12).
Jika saat ini kita masih merasa sebagai orang yang paling benar dan menempatkan orang lain selalu menjadi terdakwa, segeralah bertobat sebelum semuanya terlambat, sebab "...dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:2). Jika ada saudara kita yang lemah dan jatuh justru adalah kesempatan bagi kita untuk menunjukkan kasih dengan menolong dan menguatkan, sehingga dia segera bangkit dan dipulihkan. Jangan menjadi hakim dan malah menjatuhkan vonis.
Sebagai anak-anak Tuhan mari saling melengkapi, menjaga, mendukung, menopang dan menguatkan satu sama lain!
aku suka itu
BalasHapus